Translate

Thursday, May 9, 2013

TU - 16 pembom strategis TNI di masa SOEKARNO

   Bila predikat Angkatan Udara terkuat di Asia Tenggarakini di pegang oleh Singapura, maka di era tahun 60-an kekuatan angkatan udara negeri kita boleh dibilang menjadi “singa” , tak cuma di Asia Tenggara, bahkan di kawasan Asia TNI-AU kala itu sangat diperhitungkan. Bahkan Cina maupun Australia belum punya armada pembom strategis bermesin jet. Sampai awal tahun 60-an hanya Amerika yang memiliki pembom semacam(B-58 Hustler), Inggris (V bomber-nya, Vulcan, Victor, serta Valiant) dan Rusia.
Gelar “singa” tentu bukan tanpa alasan, di awal tahun 60-an TNI-AU sudah memiliki arsenal pembom tempur mutakhir (dimasanya-red) Tu-16, yang punya daya jelajah cukup jauh, dan mampu membawa muatan bom dalam jumlah besar. Pembelian Tu-16 AURI didasari, terbatasnya kemampuan B-25, embargo suku cadang dari Amerika, dan untuk memuaskan ambisi politik.
“Tu-16 masih dalam pengembangan dan belum siap untuk dijual,” ucap Dubes Rusia untuk Indonesia Zhukov kepada Bung Karno (BK) suatu siang di penghujung tahun 50-an. Ini menandakan, pihak Rusia masih bimbang untuk meluluskan permintaan Indonesia membeli Tu-16. Tapi apa daya Rusia, AURI ngotot. BK terus menguber Zhukov tiap kali bersua. “Gimana nih, Tu-16-nya,” kira-kira begitu percakapan dua tokoh ini. Akhirnya, mungkin bosan dikuntit terus, Zhukov melaporkan juga keinginan BK kepada Menlu Rusia Mikoyan. Usut punya usut, kenapa BK begitu semangat? Ternyata, Letkol Salatun-lah pangkal masalahnya. “Saya ditugasi Pak Surya (KSAU Suryadarma-Red) menagih janji Bung Karno setiap adakesempatan,” aku Marsda (Pur) RJ Salatun tertawa.
Ketika ide pembelian Tu-16 dikemukakan Salatun saat itu sekretaris Dewan Penerbangan/Sekretaris Gabungan Kepala-kepala Staf kepada Suryadarma tahun 1957, tidak seorangpun tahu. Maklum, TNI tengah sibuk menghadapi PRRI/Permesta. Namun daripemberontakan itu pula, semua tersentak. AURI tidak punya pembom strategis B-25 yang dikerahkan menghadapi AUREV (AU Permesta), malah merepotkan. Karena daya jelajahnya terbatas, pangkalannya harus digeser, peralatan pendukungnyaharus diboyong. Waktu dan tenaga tersita. Sungguh tidak efektif. Celaka lagi, Amerika meng-embargo sukucadangnya. Alhasil, gagasan memiliki Tu-16 semakin terbuka.
Salatun yang menemukan proyek Tu-16 dari majalah penerbangan asing tahun 1957, menyampaikannya kepada Suryadarma. “Dengan Tu-16, awak kita bisa terbang setelah sarapan pagi menuju sasaran terjauh sekalipun dan kembali sebelum makan siang,” jelasnya kepada KSAU. “Bagaimana pangkalannya,”tanya Pak Surya. “Kita akan pakai Kemayoran yang mampu menampung pesawat jet,” jawab Salatun. Seiring disetujuinya rencana pembelian Tu-16 ini, landas pacu Lanud Iswahyudi, Madiun, kemudian turut di perpanjang.
Proses pembeliannya memang tidak mulus. Sejak dikemukakan, baru terealisasi 1 Juli 1961, ketika Tu-16pertama mendarat di Kemayoran. Ketika lobi pembeliannya tersekat dalam ketidakpastian, Cina pernah dilirik agar membantu menjinakkan “beruangmerah”. Caranya, Cina diminta menalangi dulu pembeliannya. Namun usaha ini sia-sia, karena neracaperdagangan Cina-Rusia lagi terpuruk. Sebaliknya, “Malah Cina menawarkan Tu-4m Bull-nya,” tutur Salatun. Misi Salatun ke Cina sebenarnya mencari tambahan B-25 Mitchell dan P-51 Mustang.
Jadi, pemilihan Tu-16 memperkuat AURI bukan semataalat diplomasi. Penyebab lain adalah embargo senjata Amerika. Padahal saat bersamaan, AURI sangat membutuhkan suku cadang B-25 dan P-51 untuk menghantam AUREV.
Tahun 1960, Salatun berangkat ke Moskow bersama delegasi pembelian senjata dipimpin Jenderal AH Nasution. Sampai kedatangannya, delegasi belum tahu, apakah Tu-16 sudah termasuk dalam daftar persenjataan yang disetujui Soviet. Perintah BK hanya,cari senjata. Apa yang terjadi. Tu-16 termasuk dalam daftar persenjataan yang ditawarkan Uni Soviet. Betapa kagetnya delegasi.
“Karena Tu-16 kami berikan kepada Indonesia, makapesawat ini akan kami berikan juga kepada negara sahabat lain,” ujar Menlu Mikoyan. Mulai detik itu, Indonesia menjadi negara ke empat di dunia yang mengoperasikan pembom strategis selain Amerika, Inggris dan Rusia sendiri. Hebat lagi, AURI pernah mengusulkan untuk mengecat bagian bawah Tu-16 dengan Anti Radiation Paint cat khusus anti radiasi bagi pesawat pembom berkemampuan nuklir. “Gertak musuh saja, AURI kan tak punya bom nuklir,” tutur Salatun. Usul tersebut ditolak.
Segera AURI mempersiapkan awaknya. Puluhan kadet dikirim ke Chekoslovakia dan Rusia. Mereka dikenal dengan angkatan Cakra I, II, III, Ciptoning I dan Ciptoning II. Mulai tahun 1961, ke-24 Tu-16 mulai datang bergiliran diterbangkan awak Indonesia maupun Rusia. Pesawat pertama yang mendarat di Kemayoran dikemudikan oleh Komodor Udara (sekarang Marsda TNI Pur Cok Suroso Hurip). Mendapat perhatian terutama dari kalangan intel Amerika.
Kesempatan pertama intel-intel AS melihat Tu-16 daridekat ini, memberikan kesempatan kepada mereka memperkirakan kapasitas tangki dan daya jelajahnya. Pengintaian terus dilakukan AS sampai saat Tu-16 dipindahkan ke Madiun. U-2 pun mereka libatkan. Wajar, di samping sebagai negara pertama yang mengoperasikan Tu-16 di luar Rusia, kala itu beranekaragam pesawat blok Timur lainnya berjejer di Madiun.

Senjata Rudal kennel
Kennel memang tidak pernah ditembakkan. Tapi ujicoba pernah dilakukan sekitar tahun 1964-1965. Kennel ditembakkan ke sebuah pulau karang di tengahlaut, persisnya antara Bali dan Ujung Pandang. “Nama pulaunya Arakan,” aku Hendro Subroto, mantan wartawan TVRI. Dalam ujicoba, Hendro mengikuti dari sebuah C-130 Hercules bersama KSAU Omar Dhani. Usai peluncuran, Hercules mendarat di Denpasar. Dari Denpasar, dengan menumpang helikopter Mi-6, KSAU dan rombongan terbang ke Arakan melihat perkenaan. “Tepat di tengah, plat bajanya bolong,” jelas Hendro.

Diuber Javelin
Lebih tepat, di masa Dwikoralah awak Tu-16 merasakan ketangguhan Tu-16. Apa pasal? Ternyata, berkali-kali pesawat ini dikejar pesawat tempur Inggris. Rupanya, Inggris menyadap percakapan AURI di Lanud Polonia Medan dari Butterworth, Penang.
“Jadi mereka tahu kalau kita akan meluncur,” ujar Marsekal Muda (Pur) Syah Alam Damanik, penerbang Tu-16 yang sering mondar-mandir di selat Malaka.
Damanik menuturkan pengalamannya di kejar Javelin pada tahun 1964. Damanik terbang dengan ko-pilot Sartomo, navigator Gani dan Ketut dalam misi kampanye Dwikora.
Pesawat diarahkan ke Kuala Lumpur, atas saran Gani. Tidak lama kemudian, dua mil dari pantai, Penang (Butterworth) sudah terlihat. Mendadak, salah seorang awak melaporkan bahwa dua pesawat Inggris take off dari Penang. Damanik tahu apa yang harus dilakukan. Dia berbelok menghindar. “Celaka, begitu belok, nggak tahunya mereka sudah di kanan-kiri sayap. Cepat sekali mereka sampai,” pikir Damanik. Javelin-Javelin itu rupanya berusaha menggiring Tu-16 untuk mendarat ke wilayah Singapura atau Malaysia (forced down). Dalam situasi tegang itu, “Saya perintahkan semua awak siaga. Pokoknya, begitu melihat ada semburan api dari sayapmereka (menembak-Red), kalian langsung balas,” perintahnya. Perhitungan Damanik, paling tidak sama-sama jatuh. Anggota Wara (wanita AURI) yang ikut dalam misi, ketakutan. Wajah mereka pucat pasi.
Dalam keadaan serba tak menentu, Damanik berpikir cepat. Pesawat ditukikkannya untuk menghindari kejaran Javelin. Mendadak sekali. “Tapi, Javelin-Javelin masih saja nempel. Bahkan sampai pesawat saya bergetar cukup keras, karena kecepatannya melebihi batas (di atas Mach 1).” Dalam kondisi high speed itu, sekali lagi Damanik menunjukkan kehebatannya. Ketinggian pesawat ditambahnya secara mendadak. Pilot Javelin yang tidak menduga manuver itu, kebablasan. Sambil bersembunyi di balik awan yang menggumpal, Damanik membuat heading ke Medan.
Segenap awak bersorak kegirangan. Tapi kasihan yang di ekor (tail gunner). Mereka berteriak ternyata bukan kegirangan, tapi karena kena tekanan G yang cukup besar saat pesawat menanjak. Akibat manuver yang begitu ketat saat kejar-kejaran, perangkat radar Tu-16 jadi ngadat. “Mungkin saya terlalu kasar naiknya. Tapi nggak apa-apa, daripada dipaksa mendarat oleh Inggris,” ujar Damanik mengenang peristiwa itu.
Lain lagi cerita Sudjijantono. “Saya ditugaskan menerbangkan Tu-16 ke Medan lewat selat Malaka di Medan selalu disiagakan dua Tu-16 selama Dwikora. Satu pesawat terbang ke selatan dari Madiun melalui pulau Christmas (kepunyaan Inggris), pulau Cocos, kepulauan Andaman Nikobar, terus ke Medan,” katanya. Pesawat berikutnya lewat jalur utara melaluiselat Makasar, Mindanao, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Laut Cina selatan, selat Malaka, sebelum akhirnya mendarat di Medan. Ada juga yang nakal, menerobos tanah genting.
Walau terkesan “gila-gilaan”, misi ini tetap sesuai perintah. BK memerintahkan untuk tidak menembak sembarangan. Dalam misi berbau pengintaian ini, beberapa sempat ketahuan Javelin. Tapi Inggris hanyabertindak seperti “polisi”, untuk mengingatkan Tu-16 agar jangan keluar perbatasan.

No comments:

Post a Comment